Desa, Ujung Tombak Pembangunan
Bertempat di Ruang Pertemuan Tripandita Tim Peneliti PPOTODA menjadi fasilitator dalam kegiatan diskusi, “Pemetaan Isu-Isu Strategis Pembangunan Desa Pasca Penetapan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa”.
Kegiatan tersebut terselenggara atas fasilitasi Bappemas Kabupaten Magetan yang menghimpun Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa Se-Kabupaten Magetan. Dalam pemaparannya Tim peneliti PPOTODA mengungkap bahwa pasca penetapan UU Desa perlu dilakukan penataan terhadap pemerintahan desa agar sejalan dengan cita-cita pemerataan pembangunan. Dalam sejarah pengaturan Desa, telah ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam pelaksanaannya, pengaturan mengenai Desa tersebut belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) Desa dan sekitar 8.000 (delapan ribu) kelurahan. Selain itu, pelaksanaan pengaturan Desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan antar wilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lebih lanjut Papar Tim Peneliti PPOTODA mengungkapkan perlu adanya penataan baik dari sisi kewenangan Kabupaten yang diserahkan kepada desa, penataan pemerintahan desa yang meliputi pemilihan Kepala Desa secara langsung dan pemilihan BPD yang dilakukan secara demokratis), penataan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencanan Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa), penataan dan pengelolaan keuangan desa.
Serangkaian penataan tersebut harus didukung dengan adanya sistem dan sumber daya manusia yang berkualitas agar penyelenggaraan pemerintahan desa dapat merespon terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Secara berkelanjutan upaya pembinaan dan pengawasan harus dijalankan secara optimal oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan secara sinergis.
Disamping itu perubahan paradigma untuk membangun desa harus digeser yang mana serangkaian labelisasi yang menyatakan bahwa (1) DESAàNDESOàAdagium yang mengidentikkan desa sebagai kawasan yang terbelakang (akses, pelayanan dasar, informasi, dsb). (2) DESAàIdentik dengan Kemiskinan, Hidup Susah. (3) DESAàIdentik dengan Ketiadaan Lapangan Kerja (Pengangguran)àUrbanisasi Ke Perkotaan. (4) DESAàIdentik dengan persoalan Sosial dan Hukum (KDRT, Sengketa Tanah, TKI/TKW). Harus dirubah mindset tersebut agar penataan desa mampu dilakukan dengan semangat yang positif dan komitmen untuk memajukan pembangunan di wilayah desa.
Can you be more specific about the content of your article? After reading it, I still have some doubts. Hope you can help me.