Artikel

Pj Kepala Daerah Wewenang dan Tantangan

Oleh Ria Casmi Arrsa Ketua Pusat Pengembangan Otonomi Daerah PPOTODA

Pada tahun 2023 setidaknya terdapat 170 Kepala Daerah yang habis masa jabatannya dan akan dihelat Pemilihan Kepala Daerah serentak di tahun 2024. Secara regulasi untuk mengatasi kekosongan jabatan Kepala Daerah tersebut maka diisi oleh Penjabat Kepala Daerah baik ditingkat Provinsi, Kabupaten/Kota. Termasuk Kota Malang dan Kota Batu merupakan Daerah yang diisi oleh Penjabat Kepala Daerah. Meskipun dalam pengisian Penjabat Kepala Daerah menimbulkan ragam kontroversi mulai dari ketentuan regulasi teknis dalam bentuk PP/Perpres sebagaimana amanat Putusan MK yang selanjutnya disusul dengan ketiadaan mekanisme yang dianggap transparan dan accountable dalam proses penunjukan seorang Pj Kepala Daerah. Dalam situasi ini patut dicermati agar Pemerintah tidak semakin terjebak dalam belenggu despotisme yang kian mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan tata Kelola pemerintahan yang baik.

Oleh karena itu dalam masa transisi ke pemerintahan di Daerah maka, kewenangan Penjabat Kepala Daerah tentu memiliki peran yang strategis karena pada dasarnya wewenang tersebut sama dengan Pejabat Kepala Daerah definitif meskipun ada beberapa pembatasan yang ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan di antaranya: (a) melakukan mutasi ASN, (b) membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, (c) membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan (d) membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.

Sehubungan dengan kondisi tersebut ada beberapa hal yang tentunya harus diperhatikan manakala seorang Pj Kepala Daerah melaksanakan tugas-tugas penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah yaitu pertama, aspek sosio-politik tidak dipungkiri bahwa Pj Kepala Daerah dipandang sebagai representasi ASN yang memiliki komitmen, profesionalitas dan integritas karena hal itu di persyaratkan oleh ketentuan regulasi. Meskipun sifatnya sementara maka seorang Pj Kepala Daerah harus menjadi jembatan komunikasi untuk memenuhi ekspektasi masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dan pelayanan publik. kedua aspek psiko-politik acapkali perkembangan sosial media sering kali memantik popularitas dari Pj Kepala Daerah dimasa ke pemerintahan di masa transisi meskipun batasan ini sangat sulit setidaknya Pj Kepala Daerah lebih mengedepankan integritas dan profesionalitas dari pada popularitas. ketiga, netralitas ASN diskursus ini juga patut untuk dicermati karena sangat memungkinkan dengan wewenang yang dimiliki banyak desakan untuk menjadikan Pj Kepala Daerah sebagai bagian dari skenario memobilisasi baik unsur ASN maupun program dan APBD untuk mendukung kontestasi baik di Pemilu maupun Pilkada serentak yang akan dihelat di tahun 2024.

Selanjutnya keempat, aspek tata kelola pemerintahan ruang harmonisasi Pj Kepala Daerah di lingkungan Perangkat Daerah juga menjadi prioritas. Meskipun sifatnya hanya sementara upaya untuk membangun ruang harmonisasi merupakan bagian dari komitmen untuk kondusifitas hal ini sejalan dengan maruah ASN sebagai pamong, pengayom, dan melayani kepentingan masyarakat. kelima aspek tata kelola keuangan sering kali aspek ini menjadi perhatian manakala jika dikaitkan antara wewenang, kinerja dengan hak keuangan yang akan di terima oleh Pj Kepala Daerah. Banyak ditemui dalam berbagai kasus sering kali berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK terdapat banyak temuan yang berimplikasi terhadap pengembalian atas hak keuangan yang telah diterimakan karena sering kali terjadi double pendapatan. keenam aspek tata kelola pembangunan pada aspek kesinambungan dan keberlanjutan tata kelola pembangunan yang setidaknya tetap membuka ruang partisipasi bagi Masyarakat.

Semangat partisipasi bermakna (meaningful participation) yang secara konseptual dilakukan secara tertib dan bertanggung jawab dengan memenuhi 3 (tiga) prasyarat yaitu pertama hak untuk didengar pendapatnya (right to be heard), kedua yaitu hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan ketiga hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained). Dalam pandangan Habermas diskursus publik untuk mengonstruksi politik, hukum dan kebijakan yang deliberatif untuk mewujudkan nilai keadilan melalui konsensus publik melalu proses diskursus, opini dan kedaulatan rakyat.

Dengan demikian diskursus seputar wewenang dan tantangan bagi Pj Kepala Daerah diharapkan bisa dikelola secara arif dan bijaksana untuk memastikan agar dimasa transisi kepemimpinan di Daerah Pj Kepala Daerah lebih berfokus pada komitmen, integritas dan profesionalitas kinerja. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa ruang aktifitasnya tidak akan lepas dari kondisi geopolitik di Daerah yang berkembang secara massif yang menggambarkan situasi tarik-menarik kepentingan politik dilevel nasional.

Dilansir dari: https://satukanal.com/baca/pj-kepala-daerah-wewenang-dan-tantangan/110386/

Back to top button