Kota Malang – Kamis, 29 Februari 2024, Radio Republik Indonesia (RRI) Malang menyelenggarakan Dialog Interaktif Pasca Pemilu 2024 dengan mengangkat tema “Pemilu 2024, Dalam Catatan”. Kegiatan tersebut dilaksanakan secara luring di Ruang Mimbar Demokrasi Gedung C Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan disiarkan secara live melalui Youtube RRI Malang Official dan 94,6 FM Pro1 Malang.
Dialog interaktif yang dipandu oleh Esty Sulistya menghadirkan tiga narasumber, yaitu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Brawijaya yakni Wawan Sobari, Ketua Lembaga Pengembangan Hukum dan Pemerintahan (LPHP) yakni Ibnu Sam Widodo, dan Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran & Penyelesaian Sengketa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Batu yakni Mardiono.
Menurut Wawan Sobari, yang terpenting dari proses Pemilu ini adalah konstruksi kekuasaan pasca Pemilu. Jangan sampai Pemilu kali ini melahirkan kekuasaan (koalisi) pemerintahan yang super mayoritas sehingga tidak ada oposisi yang bertugas sebagai checks and balances. Ibnu Sam Widodo menyorot soal rencana penggunaan hak angket. Menurutnya, hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan ketidaknetralitasan presiden selama masa Pemilu 2024. Sedangkan Mardiono dari Bawaslu Kota Batu melihat masih banyak partai politik yang tidak siap menghadapi kontestasi Pemilu kali ini. Banyak partai politik yang hanya bekerja saat menjelang Pemilu saja, alhasil mereka kelabakan dalam mempersiapkan persyaratan administrasi Pemilu.
Setelah dialog dengan ketiga narasumber, presenter juga menyediakan sesi tanya jawab dengan audien. Salah satu audien bertanya terkait solusi atas permasalahan praktik politik uang atau biasa dikenal dengan istilah “pembelian suara” yang dilakukan oleh peserta pemilu. Bapak Wawan Sobari menuturkan bahwa hal tersebut memang sudah menjadi permasalahan proses penyelenggaraan pemilu sejak lama. Beliau berpendapat bahwa alasan tersebut didukung oleh fakta bahwa sebanyak 49% persen pemilih masih bersikap toleran terhadap praktik politik uang. Hal tersebut menyebabkan para aktor politik menggunakan instrumen bersifat materi seperti sembako sebagai bahan kampanye. Dengan demikian, menurut beliau menjadi tanggung jawab akademisi, tokoh masyarakat dan negara khususnya untuk mengupayakan pendidikan etika politik kepada masyarakat dengan selalu mengkampanyekan politik yang bersih, jujur, dan adil tanpa politik uang.