Pilkada Tanpa Rakyat
Malang, 16 September 2014 bertempat di Hall Pertemuan PP OTODA Fakultas Hukum Universitas Brawijaya diadakan sebuah diskusi terbatas untuk mengupas isu teranyar terkait RUU PILKADA yang sedang dibahas di parlemen. Dalam diskusi ini turut hadir pula Ketua KPU Kota Batu Ibu Rochani, Komisioner KPU Kabupaten Malang Ibu Sofi Rahma Dewi, Forum Mahasiswa Tata Negara dan Tim Peneliti PP OTODA.
Diskusi ini bertujuan untuk menganalisis ketentuan yang terdapat di dalam RUU Pilkada, terutama berkaitan dengan adanya ketentuan yang mengatur mengenai sistem pemilihan Kepala Daerah yang dilakukan oleh DPRD.
Sistem pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD ini muncul dengan berbagai alasan misalkan untuk mengkontrol money politic yang terjadi di dalam PILKADA dan mengurangi biaya penyelengaraan PILKADA yang menelan biaya yang cukup besar, namun permasalahan tersebut di bantah oleh pendapat Ibu Sofi beliau mengatakan bahwa “ biaya PEMILUKADA menurut undang – undang tidak di patok harus sama antara satu daerah dengan daerah lainnya, namun disesuaikan dengan kemampuan daerah. Inilah yang mengakibatkan bahwa biaya PILKADA berbeda-beda di tiap daerah.
Daerah yang pendapatan daerahnya tinggi secara otomatis biaya PILKADAnya tinggi misal kutai kartanegara, berbeda dengan kabupaten malang yang biaya PILKADAnya cenderung kecil”.
Pendapat lain yang mempertegas di ungkap oleh Ketua KPU Kota Batu Ibu Rochani yang berpendapat bahwa “banyak hal lain yang bisa dilakukan untuk mengurangi biaya “berdemokrasi” negara kita misalkan dengan mengadakan PILKADA secara serentak. Berbagai macam metode PILKADA serentak yang bisa dilakukan untuk mengurangi biaya misalkan PILKADA serentak nasional atau serentak secara kelembagaan, hal ini akan menimbulkan efektifitas dalam penyelengaraan PILKADA.
Memperkecil biaya penyelengaraan PILKADA bukan berarti harus mengkebiri hak berdemokrasi rakyat.” Selain itu menurut beliau PILKADA langsung memberikan efek psikologis yang positif di masyarakat, dimana masyarakat akan lebih merasa memiliki dan berperan serta dalam penyelengaraan pemerintahan di daerah”. Dalam diskusi ini pula diungkap bahwa dalam RUU PILKADA kita tidak boleh terkungkung hanya pada pembahasan bagaimana sistem pemilihan yang akan dilakukan banyak hal yang juga urgent untuk di perhatikan.
Ngesti D. Prasetyo Direktur Eksekutif PP OTODA mengatakan “setidaknya ada lima hal penting yang harus di perhatikan dalam RUU PILKADA ini, misal mengenai sengketa PILKADA akan diselesaikan melalui MA, MK ataukah akan membentuk sebuah peradilan baru, Pembatasan terhadap dinasti politik yang marak terjadi di daerah, pembiayaan yang akan di bebankan pada APBN atau APBD, penguatan sistem pengawasan penyelengaraan PILKADA, dan mengenai kedudukan dan persyaratan calon kepala daerah independen.”
Kedepan diskusi ini akan diadakan kembali dengan mengundang stakeholder yang lebih luas dengan tujuan untuk memperkaya wacana mengenai RUU PILKADA ini. Dan pada akhirnya hasil diskusi ini akan membentuk sebuah draft tandingan (Counter Draft) sebagai pembanding terhadap RUU PILKADA yang telah ada saat ini.