Berita

Menegaskan Materi Dan Status Hukum Ketetapan MPRS/MPR Dalam Sistem Hukum Indonesia

Ppotoda.org, Malang – 2018 bertempat di Lantai 6 Gedung Rektorat Universitas Brawijaya diselenggarakan FGD PPOTODA berkerjasama dengan MPR RI. Kerjasama tersebut dilatar belakangi  kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam sistem ketatanegaraan memegang peran penting dan strategis yaitu sebagai lembaga negara yang menjalankan tugas konstitusional untuk membentuk konstitusi (the maker of the constitution) dan pengawal kedaulatan rakyat (the guardian of people sovereign). Dalam konteks sejarah ketatanegaraan bangsa Indonesia konstruksi hukum kelembagaan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana dimaksud harus diakui mengalami berbagai fase dinamika pergulatan pemikiran sekaligus pergeseran paradigma yang fundamental manakala sejak diproklamasikannya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai pada fase dilakukannya amandemen terhadap materi UUD 1945 dalam kurun waktu 1999-2002.

Kelembagaan MPR dalam sistem ketatanegaraan adalah dilihat dari aspek stratifikasi kelembagaan MPR yang sudah tidak lagi memiliki kedudukan sebagai lembaga tertinggi negara dan dihapusnya kewenangan konstitusional dalam menetapkan. Garis-Garis Besar Haluan Negara atau disingkat GBHN. Namun demikian seiring dengan perkembangan politik dan hukum dalam ranah ketatanegaraan maka, sebagai pranata kelembagaan negara tentu MPR secara atributif memiliki kewenangan yang melekat dalam rangka menetapkan produk hukum berupa Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Berpangkal dari konteks politik hukum perundang-undangan tersebut menunjukkan bahwa perjalanan pengaturan perundang-undangan di Indonesia mengalami dinamisasi sebagaimana dimaksud nampak pada kelahiran TAP MPR No XX/MPRS/1966 yang direvisi dengan TAP MPR No III/MPR/2000 dan pasca amndemen UUD NRI Tahun 1945, problematika perundang-undangan di akomodir di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan maupun Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dari hasil identifkasi, bahwa dalam ranah praktik ketatanegaraan Indonesia masih  terdapat sejumlah ketetapan MPRS dan MPR yang secara hukum masih. berlaku, dan menjadi pedoman dalam pembentukan berbagai peraturan perundang-undangan dalam rangka  peneyelenggaraan pemerintahan Negara. Terdapat pandangan bahwa keadaan  ini  menimbulkan  ketidakpastian  hukum  oleh  karena  satu  dari  berbagai  ketetapan  MPRS  dan  MPR  masih berlaku  yang  diperkuat  dengan  ketentuan  Pasal  1  Aturan Peralihan,  di  sisi  lain  kewenangan  MPR  untuk  membentuk ketetapan sudah dihapus melalui perubahan Pasal 3 Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1945  pada Perubahan  Ketiga.

Untuk  mengatasi  keadaan  tersebut  perlu diambil putusan mengenai  bagaimana cara mengatasinya. Bertolak  dari  keadaan  ini,  MPR  pada  Sidang  Tahunan 2002  menetapkan  Aturan  Peralihan  Pasal  1  yang  menugasi MPR untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan MPR pada Sidang Tahunan MPR Tahun  2003.  Tujuan  peninjauan  adalah  untuk  menentukan  hal-hal yang  berhubungan dengan  materi dan status  hukum, serta keberadaan Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR tersebut untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.

Berdasarkan ketentuan Aturan Peralihan Pasal 1 tersebut, Majelis Permusyawaratan telah membentuk Ketetapan MPR Nomor 1/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis  Pemusyawaratan  Rakyat  Republik  Indonesia Tahun  1960 Sampai Dengan Tahun 2002. Ketetapan MPR ini terdiri atas 6 (enam) Pasal yang mengelompokkan 139 TAP MPRS dan TAP MPR ke dalam 6 (enam) kelompok, sesuai dengan pasal-pasal Ketetapan  MPR  No.  1/MPR/2003.  Adapun  pengelompokan tersebut adalah mengenai  hal-hal sebagai berikut:

Pertama, Pasal 1, Ketetapan yang disebut dan dinyatakan tidak berlaku (8 TAP);

Kedua, Pasal 2, Ketetapan yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan (3 TAP);

Ketiga, Pasal 3. Ketetapan yang tetap berlaku sampai dengan terbentuknya  pemerintahan  hasil  pemilihan  umum  tahun 2004 (8 TAP);

Keempat, Pasal 4 Ketetapan yang menyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentunya Undang-Undang (11 TAP);

Kelima, Pasal 5. Ketetapan yang dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib yang baru oleh Majelis  Pemusyawaratan  Rakyat  Republik  Indonesia hasil pemilihan umum 2004 (5 TAP); dan

Keenam, Pasal 6. Ketetapan yang dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (berlaku satu kali), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan (104 TAP).

Hal  yang  menarik  untuk  dicermati  adalah  bahwa  sampai sekarang masih terdapat 8 (delapan) Ketetapan MPR/S yang dapat dikatakan masih berlaku sebagai peraturan yang mengikat untuk umum.

Beranjak dari penjelasan diatas maka terhadap kedudukan Ketetapan MPR yang masih memiliki daya keberlaku dan memiliki karakteristik pengaturan yang bersifat umum maka dipandang penting untuk menempatkan produk hukum Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana dimaksud menjadi pedoman (guidence) yang diharapkan dapat diimplementasikan serta menjadikannya sebagai dasar pertimbangan yuridis (konsideran) dalam rangka pembentukan peraturan perundang-undangan baik ditingkat pusat dan daerah.

Dipraktikannya pengakomodasian terhadap materi Ketetapan MPR yang masih berlaku dan memiliki kekuatan pengaturan secara umum maka akan dipandang sebagai suatu bentuk konsistensi norma manakala di dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan secara hierarki norma menempatkan Ketetapan MPR sebagai produk hukum di bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  Guna menindaklanjuti gagasan dimaksud maka perlu adanya diselenggarakan Focus Group Disscusion (FGD) dengan judul “Kajian Akademik Menegaskan Materi Dan Status Hukum Ketetapan MPRS/MPR Dalam Sistem Hukum Indonesia”.

2 Comments

  1. This article opened my eyes, I can feel your mood, your thoughts, it seems very wonderful. I hope to see more articles like this. thanks for sharing.

  2. I believe that avoiding highly processed foods would be the first step in order to lose weight. They could taste beneficial, but highly processed foods include very little nutritional value, making you take in more just to have enough vigor to get with the day. For anyone who is constantly eating these foods, changing to cereals and other complex carbohydrates will make you to have more vitality while having less. Interesting blog post. Maximo Harral

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button