Bahas Pengentasan Judi Online melalui FINTECH KOMDIGI Himpun Masukan Akademisi PPOTODA FH-UB

Malang – Kementerian Komunikasi dan Digital melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital menghimpun masukan dari akademisi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (PPOTODA) dalam rangka merumuskan kebijakan pengentasan judi online melalui layanan keuangan digital (fintech). Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya menerjemahkan Asta Cita Presiden, khususnya dalam memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan judi online.
Dalam pertemuan tersebut, dibahas maraknya praktik judi online (judol) di Indonesia yang dipicu kemudahan penggunaan teknologi dalam sistem keuangan terotorisasi untuk pembayaran dan transaksi. Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah transaksi judi online tertinggi, yaitu 168 juta transaksi senilai Rp327 triliun pada 2023, serta perputaran dana Rp13,2 triliun pada semester pertama 2024.
Hanugrah Titi Hapsasri memaparkan bahwa selama periode 2017–2023, total transaksi judi online mencapai 157 juta kali dengan perputaran dana sebesar Rp190 triliun, dengan puncak tertinggi pada 2023. Pemain judi online tidak hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Menurutnya, pemberantasan judi online saat ini hanya bersifat sementara, karena akan muncul berbagai bentuk baru, baik menggunakan domain dalam negeri maupun luar negeri.
Hanugrah juga menegaskan kembali ketentuan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang mengatur larangan distribusi, transmisi, atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik bermuatan perjudian. Termasuk di dalamnya adalah mengunggah, membagikan, atau membuka kembali akses konten perjudian yang sebelumnya telah diblokir oleh pemerintah.
Sementara itu, Ladito Risang Bagaskoro menyoroti praktik pengaturan judi dan judi online di berbagai negara. Ia memaparkan perbandingan sebagai berikut:
-
China: Larangan total terhadap perjudian diatur dalam The Criminal Law of the People’s Republic of China (revisi 2006), dengan pengecualian lotere resmi (Welfare Lottery dan Sport Lottery). Judi online juga dilarang. Pengawasan dilakukan oleh Ministry of Public Security, Ministry of Civil Affairs, dan General Administration of Sport of China.
-
Malaysia: Betting Act dan Common Gaming Houses Act (revisi 2006) melarang seluruh bentuk perjudian kecuali yang berizin. Judi online dilarang, dengan hanya satu izin kasino di Genting Highlands. Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan aturan baru terkait judi online melalui Communications and Multimedia Act 1998.
-
Australia: The Interactive Gambling Act 2001 melarang kasino online, namun memperbolehkan taruhan olahraga dan lotere berizin. Aturan judi konvensional diatur per negara bagian.
-
Jerman: Interstate Treaty on Gambling 2021 mengatur perizinan dan standar judi online, termasuk batas deposit €1.000 per pemain dan pajak 5,3%. Pengawasan dilakukan oleh Joint Gambling Authority of the Federal State (GGL).
Moh Rifan menambahkan bahwa negara memiliki kewajiban administratif untuk mencegah, membatasi, dan menindak aktivitas judi online, termasuk jika dilakukan oleh entitas yang memiliki lisensi legal di luar negeri. Menurutnya, judi online adalah masalah publik yang mengganggu stabilitas sosial-ekonomi, memicu masalah lanjutan seperti pinjaman online ilegal, tindak pidana, dan kekerasan rumah tangga, serta menyebabkan kebocoran devisa. Hingga kuartal III 2024, nilai transaksi judi online di Indonesia tercatat Rp283 triliun, meningkat signifikan dari Rp174 triliun pada semester I.
Ria Casmi Arrsa menggarisbawahi adanya constitutional gap antara UUD 1945 dan hukum positif terkait pengentasan judi online melalui fintech. Berdasarkan Pasal 28J UUD 1945, kebebasan individu dibatasi oleh undang-undang demi melindungi hak orang lain, moral, nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum. Menurutnya, meskipun belum ada definisi spesifik dalam regulasi, segala bentuk perjudian dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan terlarang.
Dalam rangka pengendalian maupun pelarangan judi online, para akademisi FH UB merekomendasikan:
-
Penguatan koordinasi antar lembaga dalam pemberantasan judi online dan pengawasan fintech.
-
Penyusunan audit regulasi terkait judi online.
-
Penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Perjudian Online melalui Fintech, yang diturunkan menjadi Rencana Aksi Daerah (RAD) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.