Surabaya, Biro Hukum Provinsi Jawa Timur gandeng sejumlah Akademisi UB, UNAIR dan Universitas Narotama untuk melakukan evaluasi terhadap Produk Hukum Daerah. Arrsa selaku ketua PPOTODA dalam kesempatan ini bertindak sebagai tenaga ahli evaluasi terhadap Perda tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah dan Perda Pengelolaan Keuangan Daerah. Pemerintah daerah memiliki wewenang mengatur sejak diterapkannya otonomi daerah. Mengatur merupakan perbuatan membentuk norma hukum yang akan berlaku secara umum. Sebagai tindak lanjut dari Pasal 18 ayat (6) UUD NRI Tahun 1945, pemerintah daerah dapat membentuk peraturan daerah dan peraturan kepala daerah supaya memiliki pedoman untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Sebab hal ini langsung di atur melalui UUD NRI Tahun 1945, kewenangan pembentukan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah dapat disebut sebagai kewenangan atribusi. Atribusi adalah kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945 atau undang-undang kepada suatu lembaga negara/pemerintahan.
Selain berdasarkan UUD NRI Tahun 1945, kewenangan pemerintah daerah dalam membentuk peraturan daerah dan peraturan kepala daerah juga merupakan amanat dari UU Nomor 12 Tahun 2011 jo UU Nomor 15 Tahun 2019 No. UU Nomor 13 Tahun 2022. Misalnya pada Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun 2011, pasal tersebut menjelaskan secara lebih spesifik mengenai materi muatan yang dapat dicantumkan dalam peraturan daerah yaitu menyelenggarakan otonomi daerah, tugas pembantuan, serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Kemudian, UU Nomor 23 Tahun 2014, UU Nomor 2 Tahun 2015, UU Nomor 9 Tahun 2015, UU Nomor 17 Tahun 2019, UU Nomor 1 Tahun 2022 turut mengatur kewenangan pemerintah daerah dalam membentuk peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Menurut undang-undang tersebut, peraturan daerah dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala daerah sedangkan peraturan kepala daerah merupakan peraturan yang ditetapkan oleh kepala daerah untuk melaksanakan peraturan daerah atau atas kuasa peraturan perundang-undangan.
Setiap terbitnya peraturan perundang-undangan baru, pemerintah daerah perlu memperhatikan dengan seksama apakah terdapat perubahan atau pencabutan terkait pasal yang mengatur tentang pembentukan produk hukum daerah. Hal ini harus dilakukan supaya produk hukum yang dibentuk oleh pemerintah daerah tidak mengalami konflik dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. Apabila substansi peraturan daerah dan peraturan kepala daerah terbukti bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lebih tinggi maka dampaknya akan berujung kepada pembatalan oleh menteri jika merupakan produk hukum provinsi sedangkan produk hukum kabupaten/kota akan dibatalkan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
Jika dapat disimpulkan, paradigma yang dibangun oleh peraturan perundang-undangan yang terbaru yaitu UU Nomor 15 Tahun 2019 dan UU Nomor 13 Tahun 2022 adalah sebagai berikut:
Menerapkan metode omnibus dalam pembentukan produk hukum daerah; Kewenangan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsep peraturan daerah dan peraturan gubernur; dan Partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation)